STRES DAN COPING CALON LEGISLATIF YANG GAGAL DALAM PEMILU 2014
PROPOSAL
Diajukan untuk menyusun skripsi S-1
Disusun Oleh :
Ahmad Firdaus
11013299
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2014
Proposal Berjudul :
STRES DAN COPING CALON LEGISLATIF YANG GAGAL DALAM PEMILU 2014
Diajukan Oleh :
Ahmad Firdaus
11013299
Telah Disetujui Oleh :
Fakultas Psikologi
Universitas Ahmad Dahlan
Ketua Unit Urusan Skripsi, Tanggal Persetujuan
Sri Kushartati, S.Psi., M.A. Yogyakarta, 06 Mei 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..... i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. iii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….. 1
B. Keaslian Penelitian…………………………………………………… 4
C. Rumusan Masalah…………………………………………………... 4
D. Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 5
E. Mamfaat Penelitian…………………………………………………… 5
F. Tinjauan Pustaka…………………………………………………….. 6
1. Stres………………………………………………………………. 6
2. Manajemen dan Coping Stres …..…………………………… 14
3. Calon Legislatif …………………………………………………... 15
4. Stres pada Calon Legislatif …...…………………………... 16
BAB II. METODE PENELITIAN..………………………………………………. 17
A. Pendekatan dan Strategi Penyelidikan…………………………….. 17
B. Sampling……………….………………………………………………. 17
C. Metode Pengambilan Data…………………………………………... 18
1. Metode Wawancara……………………………………………… 18
2. Metode Oservasi…………………………………………………. 19
3. Studi Dokumen …………………………………………………… 19
D. Desain Penelitian……………………………………………………... 19
E. Pendekatan dalam Analisis Data.……………………………………. 20
F. Keterpercayaan Penelitian………………………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara demokrasi
yang menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) setiap lima tahun sekali. Pemilu
merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Salah satu bentuk pemilu adalah pemilu legislatif yang bertujuan untuk
memilih nggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota yang diatur dalam UU No.8 tahun 2012.
Babak baru pemilu langsung di
Indonesia dimulai pada pemilu legislatif 2014. Jika di pemilu sebelumnya rakyat
hanya bisa memilih partai politik, di pemilu kali ini rakyat bisa langsung
memilih anggota legislatif yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (Zheng,
2009). Pemilu 2014 diikuti sebanyak 15 partai yang terdiri dari partai nasional
dan partai lokal. Dengan sistem pemilu langsung dan jumlah partai yang besar
maka pemilu legislatif memberikan peluang yang besar pula bagi rakyat Indonesia
untuk berkompetisi menjadi anggota legislatif baik melalui partai (untuk DPR,
DPRD tingkat I, & DPRD tingkat II) maupun independen (untuk DPD).
Berdasarkan data yang didapat dari media
center KPU (Komisi Pemilihan Umum), pada pemilu legislatif 2014 terdapat
200.000 caleg dari 15 partai yang memperebutkan puluhan ribu kursi anggota
dewan (tidak termasuk DPD/Dewan Perwakilan
Daerah), dengan total jumlah kursi anggota dewan yang tersedia hanya sekitar
19.699 untuk seluruh Indonesia (Media Center KPU, 2014).
Pada tahun 2009, Indonesia mulai
menyelenggarakan pemilu legislatif dengan menggunakan sistem baru, yakni dengan
meniadakan daftar nomer urut caleg menjadi sistem suara terbanyak. Dengan
sistem pemilu yang baru, optimisme untuk menjadi anggota legislatif semakin
besar. Bagi caleg (calon legislatif) sendiri sistem ini menjadi peluang yang
besar untuk menduduki kursi legislatif, karena akan lebih mudah mencari
dukungan dari rakyat di daerah pemilihannya sendiri daripada dukungan penguasa
partai politik. Sehingga berbagai caleg dengan beragam latar belakang
bermunculan, mulai dari politikus sejati, ilmuwan, ulama, penguhsaha, aktivis
lembaga swadaya masyarakat (LSM) hingga artis.
Banyaknya caleg yang bermunculan
menyebabkan adanya kompetisi di antara para caleg untuk menarik simpati
masyarakat. Seorang caleg harus bertarung “habis-habisan” dan menggunakan segenap
kemampuan mereka untuk merebut simpati dari masyarakat. Caleg berjuang untuk
diri sendiri dan untuk itu harus bersaing melawan caleg yang berasal dari satu
partai. Secara psikologis, tingkat ketegangan caleg pada pemilu kali ini jauh
lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan banyaknya kasus-kasus yang bermunculan
berkaitan dengan kegagalan caleg menjadi anggota legislatif. Misalnya di
Tanggerang, Banten, seorang caleg dari sebuah parpol mengamuk setelah
penghitungan suara akibat perolehan suara di sejumlah TPS di lingkungan tempat
tinggalnya jauh dari yang diharapkan. Perilaku caleg laki-laki berusia 40-an
tahun itu menyerupai orang tak waras. Mengenakan celana pendek dan rambut yang
ditata klimis, ia berjalan merangkak di pinggir jalan. Kepada setiap orang yang
lewat, ia menyorongkan wadah, seraya berkata “Kembalikan uang saya”.
Pemilu legislatif 2014 menjadi sebuah
ajang kompetisi bagi para caleg dalam memperebutkan kursi dewan, dan layaknya
dalam suatu kompetisi, ada yang menang dan ada bagi para caleg gagal untuk
mengalami stres. Stres merupakan sebuah gejala yang timbul akibat adanya
kesenjangan antara realita dan idealita, antara keinginan dan kenyataan, antara
tantangan dan kemampuan, antara peluang dan potensi (Lazarus dalam Musbikin,
2005). Kegagalan dalam pemilu legislatif dapat dikatakan sebagai peristiwa yang
penuh dengan stres (stresful), jika peristiwa tersebut dipersepsikan
oleh individu sebagai suatu peristiwa yang dapat menimbulkan stres (Lazarus
dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009).
Setelah individu mengalami kejadian
yang membuat stres, individu biasanya berusaha untuk mengatasinya (Sears,
2009). Menurut Lazarus (Sears, 2009) cara untuk mengatasi kondisi stres adalah
dengan melakukan coping. Selanjutnya, Lazarus mengatakan bahwa coping
menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai,
mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang
penuh tekanan. Dalam penelitian ini, coping stres mengacu pada suatu
upaya yang dilakukan individu untuk mengurangi mentoleransi, atau mengatasi
stres yang ditimbulkan oleh sumber stres yang dianggap membebani individu.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan di
atas, dapat dilihat bahwa banyak hal yang sangat mungkin terjadi pada caleg
setelah gagal dalam pemilu legislatif 2014. Hal inilah yang membuat peneliti
ingin menggali lebih dalam dan komprehensif mengenai bagaimana stres yang
dialami caleg gagal dan bagaimana strategi coping yang dilakukan dalam
menghadapi kegagalannya dengan melihat peranan dukungan sosial dan sumber daya
uang dan waktu berdasarkan teori proses coping yang dikemukakan oleh
Taylor (2009)
B.
Keaslian Penelitian
Dalam penelitian ini sudah pernah di
teliti mengenai bagaimana Coping Stress Calon Anggota Legislatif Tidak Terpilih
Pada Pemilu Legislatif 2009 oleh Zulvia Aztradiana, Dan Makna Kegagalan Caleg
Menjadi Anggota Legislatif Kota Semarang Periode 2009-2014 namun ada perbedaan
dengan penelitian yang dilakukan baik dari variabel penelitiannya, maupun
subjek dalam penelitian ini, dimana subjek dalam penelitian kali ini yaitu
caleg (Calon Legislatif) yang berada di daerah jawa khususnya Daerah Istimewa
Yogyakarta, oleh karena itu peneliti berkeyakinan bahwa penelitian ini akan
menghasilkan sebuah pemaknaan stress itu sendiri dan mengetahui Coping stres
untuk Caleg yang GAGAL dalam Pemilu 2014.
C. Rumusan Masalah
Untuk
memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus
penelitian. Untuk itu, peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian dalam
bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut yaitu :
1. Bagaimana stres yang dialami
oleh caleg gagal?
2. Bagaimana strategi coping stress
yang dilakukan oleh caleg gagal?
3. Mengapa mereka menggunakan
strategi coping stress tersebut?
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
mengetahui dan memperoleh pemahaman secara komprehensif mengenai stress,
hal apa saja yang menyebabkan stress serta bagaimana coping stres pada
caleg yang gagal dalam pemilu legislatif 2014.
E.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat
teoritis
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi di bidang psikologi khususnya psikologi
social maupun psikologi klinis terutama yang berkaitan dengan coping stres
pada caleg yang gagal dalam pemilu legislatif.
2. Manfaat
praktis
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, seperti Menjadi informasi bagi
masyarakat ataupun caleg-caleg selanjutnya mengenai strategi coping stres.
F.
Tinjauan Pustaka
1.
Stres
a.
Definisi stres
Stres
adalah suatu tekanan atau sesuatu yang terasa menekan dalam diri individu.
Menurut McGrath dalam Sukadiyanto (2010), stres didefinisikan sebagai
ketidakseimbangan substansial antara keinginan (jasmani dan/atau rohani) dengan
kemampuan untuk merespon kegagalan dalam mencapai keinginan tersebut. Sedangkan
menurut Sarafino, stres adalah sebagai suatu keadaan yang dihasilkan ketika
individu dan lingkungan bertransaksi, baik nyata atau tidak nyata, antara
tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi
biologis, psikologis, atau psikososial. (Segarahayu RD, 2011).
Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres
memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:
1)
Stimulus,
yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres
atau disebut juga dengan stressor.
2)
Respon,
yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena
adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara
psikologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, pusing, serta respon psikologis
seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
3)
Proses,
yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat
mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa stress adalah respon individu pada suatu kondisi yang disebabkan oleh
transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak
antara tuntutan – tuntutan yang berasal
dari situasi dengan sumber – sumber daya sistem biologis, psikologis, dan
sosial seseorang sebagai tekanan yang mengganggu. Sehingga muncul upaya
individu untuk menggunakan mekanisme pertahanan sebagai pelindung. Pendekatan
yang digunakan dalam hal ini adalah pendekatan respon sebagai bentuk coping.
b. Penyebab Stres
Menurut
McGrath (2010), stres disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan atau kegagalan
individu dalam memenuhi kebutuhannya baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Stres muncul sebagai akibat dari adanya tuntutan yang melebihi kemampuan
individu untuk memenuhinya. Apabila seseorang tidak mampu memenuhi tuntutan
kebutuhan, maka akan merasakan suatu kondisi ketegangan dalam dirinya.
Ketegangan yang berlangsung lama dan tidak ada penyelesaian, akan berkembang
menjadi stres. Secara umum, stres terjadi jika individu dihadapkan dengan peristiwa
yang mereka rasakan sebagai ancaman kesehatan fisik atau psikologis. Keadaan
atau peristiwa yang menyebabkan stres ini disebut stresor, dan reaksi individu
terhadap peristiwa yang menyebabkan stres disebut respon stres.
Sumber-sumber
stres (stresor) dapat berubah sesuai dengan perkembangan individu, tetapi
kondisi stres dapat terjadi setiap waktu sepanjang kehidupan. (Sarafino,
Edward. 2006) Stresor adalah bentuk yang spesifik dari stimulus, apakah itu
fisik atau psikologis, menjadi tuntutan yang membahayakan well being individu dan mengharuskan individu untuk beradaptasi
dengannya. Semakin besar perbedaan antara tuntutan situasi dengan sumber daya
yang dimiliki, maka situasi tersebut akan dipandang semakin kuat menimbulkan
stres. (Passer, M.W, Smith, R.E. 2007)
Menurut
Taylor, stresor merupakan peristiwa yang menyebabkan stres. Sebuah penelitian
tentang stresor telah membantu mendefinisikan beberapa kondisi yang lebih
banyak memproduksi stres daripada yang lainnya, tetapi jika hanya memfokuskan
pada peristiwa penuh stres tidak dapat secara penuh menjelaskan pengalaman
stres. Karena tiap pengalaman penuh stres antara satu orang dengan orang lain
berbeda-beda. Individu juga bervariasi dalam merespon stres. Menurut Taylor,
respon terhadap stres dimanifestasikan dan melibatkan perubahan fisiologis,
reaksi kognitif, reaksi emosional, dan respon perilaku. Respon-respon stres ini
menimbulkan kemungkinan dari variasi tanda-tanda terjadinya stres, yang mana
dapat diukur sebagai usaha untuk mengetahui secara langsung derajat stres
seseorang. (Taylor, Shelley. 2003)
Menurut
Sukadiyanto (2010),
beberapa jenis stresor antara lain terdiri dari faktor yang berasal dari dalam
diri individu dan faktor yang berasal
dari luar diri individu. Adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan
menimbulkan konflik dalam diri individu,
sehingga berdampak pada munculnya stres. Berikut ini beberapa hal yang
dapat menyebabkan muncul stres pada individu, antara lain: perasaan cemas
mengenai hasil yang dicapai, aktivitas yang tidak seimbang, tekanan dari diri
sendiri, suatu kondisi ketidakpastian, perasaan cemas, perasaan bersalah, jiwa
yang dahaga secara emosional dan spiritual, dan kondisi sosial ekonomi.
Menurut
Sarafino dalam Mumtahinnah (2008), stresor dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut:
a) Stresor di dalam
diri seseorang. Menurut Sarafino,
kadang-kadang sumber stres itu ada di dalam diri seseorang. Tingkatan stres
yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu
b) Stresor di dalam
keluarga. Stres di sini dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota
keluarga.
c) Stresor di dalam
komunitas dan lingkungan. Beberapa pengalaman stres orang tua bersumber dari
pekerjaannya, dan lingkungan yang stresfull sifatnya.
d) Stresor yang
berasal dari pekerjaan. Diantara faktor-faktor yang membuat suatu pekerjaan itu
stresfull adalah tuntutan kerja.
e) Stresor yang
berasal dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksudkan di sini adalah lingkungan
fisik, seperti: kebisingan, suhu terlalu panas, kesesakan.
c.
Tahapan Stres
Selye
dalam Mumtahinnah (2008) mengidentifikasikan 3 tahap dalam respon sistemik
tubuh terhadap kondisikondisi penuh stres, yang diistilahkan General Adaptation Syndrome (GAS),
yaitu:
a) Alarm Reaction
Organisme
berorientasi pada tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai
menghayatinya sebagai ancaman.
b)
Resistance (perlawanan)
Organisme
memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan.
c)
Exhaustion
Jika tuntutan
berlangsung lama, maka
sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis dan organisme akan kehabisan tenaga.
Jika reaksi badan tidak cukup, berlebihan, atau salah, maka reaksi badan itu
sendiri dapat menimbulkan penyakit (diseases
of adptation).
d.
Penilaian Terhadap Stres
Lazarus
& Folkman menyatakan bahwa secara umum stres memiliki proses penilaian yang
disebut cognitive appraisal. Cognitive appraisal adalah proses mental
dimana individu menilai 2 aspek, apakah tuntutan mempengaruhi kondisi fisik dan
psikologisnya? Dan apakah individu memiliki sumber daya yang cukup untuk
menghadapi tuntutan tersebut? Kedua aspek ini membedakan 2 tipe penilaian,
yaitu :
1)
Penilaian individu mengenai pengaruh situasi terhadap well being individu, yang disebut primary appraisal. Primary appraisal dapat menghasilkan 3 keputusan, apakah situasi
yang dihadapi individu tersebut irrelevant,
good ataupun stresfull.
2)
Penilaian sekunder (secondary
appraisal), merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping, beserta sumber daya yang
dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu menghadapi harm, threat, dan challenge dalam peristiwa yang terjadi,
mengevaluasi potensi atau kemampuan dan menentukan seberapa efektif potensi
atau kemampuan yang dapat digunakan untuk menghadapi suatu kejadian.
Menurut
Skinner penilaian ini penting bagi usaha untuk mengelola situasi yang menekan.
Menilai kejadian sebagai tantangan bisa menghasilkan upaya coping
yang penuh percaya diri dan emosi positif, sedangkan menganggap kejadian
stresor sebagai ancaman dapat menurunkan kepercayaan diri dalam melakukan coping dan menimbulkan emosi negatif. (Taylor,
Shelley, Peplau, L, A, et al. 2009)
e. Gejala Stres
Secara
umum, gejala stres diidentifikasikan ke dalam 4 tipe yang berbeda, yaitu :
perilaku, emosi, kognitif dan fisik.
1)
Gejala Perilaku. Banyak diantara perilaku yang
menunjukkan stres diantaranya yaitu penundaan dan menghindar, menarik diri dari
teman dan keluarga, kehilangan nafsu makan dan tenaga, emosi yang meledak dan
agresi, memulai atau peningkatan penggunaan obat-obatan secara dramatis,
perubahan pola tidur, melalaikan tanggungjawab, penurunan produktifitas dalam
diri seseorang.
2)
Gejala Emosi. Sebagian besar gejala emosi pada stres
adalah kecemasan, ketakutan, cepat marah dan depresi. Gejala lainnya yaitu
frustrasi, perasaan yang tidak menentu, perasaan selalu gugup, peka dan mudah
tersinggung, gelisah, kelelahan yang hebat, enggan melakukan kegiatan, perasaan
takut, pemusatan diri yang berlebihan, hilangnya spontanitas, mengasingkan diri
dari kelompok, pobia dan kehilangan kontrol. Di dalam pekerjaan, stres
ditunjukkan dengan kehilangan semangat dan penurunan kepuasan kerja, serta
penurunan kemampaun dan penampilan kerja.
3)
Gejala Kognitif. Di antara sebagian besar gejala mental
atau kejiwaan dari stres adalah kehilangan motivasi dan konsentrasi. Hal ini
terlihat pada seseorang yang kehilangan kemampuan untuk memusatkan perhatian
pada tugas yang diberikan dan kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan tugas
dengan baik. Gejala mental lainnya adalah kecemasan yang berlebihan, kehilangan
ingatan, kesalahan persepsi, kebingungan, terjadi pengurangan daya tahan tubuh
dalam membuat keputusan, lemah dalam menyelesaikan masalah terutama selama
krisis, mengasihani diri sendiri, kehilangan harapan.
4)
Gejala Fisik. Di antara gejala fisik dari stres adalah
kelelahan secara fisik dan keadaan fisik yang lemah, migran dan kepala pusing,
sakit punggung, telapak tangan dan atau kaki terasa dingin, susah tidur,
pernapasan tersengal-sengal, perut terasa mual-mual, gangguan pencernaan,
ketegangan otot yang ditandai dengan gemetaran dan kekejangan. Dalam sistem
kardiovaskuler, stres ditandai dengan percepatan denyut jantung, hipertensi dan
proses aterosklerotik yang buruk. Bagi wanita akan mengalami gangguan
menstruasi, dan pada laki-laki dapat menyebabkan gangguan seksual (impotensi).
Gejala lainnya antara lain berkeringat (perspiration/sweaty),
menggigil atau gemetaran (trembling),
mulut dan kerongkongan kering (dryness of
throat and mouth), mudah letih (tiring
easily), dan sering buang air kencing (urinating
frequently).
f.
Dampak Stres
Dampak
stres bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan dengan
kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal.
1)
Kesehatan. Sistem kekebalan tubuh manusia bekerja sama
secara integral dengan sistem fisiologis lain, dan kesemuanya berfungsi untuk
menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang cara kerjanya diatur
oleh otak. Pusat syaraf otak akan mengaktifkan saraf simpatis, sehingga
mendorong sekresi hormon adrenalin dan kortisol yang akhirnya akan memobilisir
hormon-hormon lainnya. Stres akan mendeorong pelepasan gula dari hati dan
pemecahan lemak tubuh dan bertambahnya kandungan lemak dalam darah. Kondisi
tersebut akan mengakibatkan tekanan darah meningkat dan darah lebih banyak
dialihkan dari sistem pencernaan ke dalam otot-otot sehingga produksi asam
lambung meningkat dan perut tersa kembung serta mual.
2)
Psikologis. Stres berkepanjangan akan menyebabkan
ketegangan dan kekuatiran yang terus-menerus. Stres kronis umumnya terjadi di
seputar masalah kemiskinan, kekacauan keluarga, terjebak dalam perkawinan yang
tidak bahagia, atau masalah ketidakpuasan kerja. Akibatnya orang akan
terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan, serta kesulitan dalam
memanjemen kehidupannya.
3)
Interaksi interpersonal. Orang stres cenderung mengaitkan
segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa
menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, ia
lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang
biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri,
mudah tersinggung, mudah marah dan mudah emosi.
2.
Manajemen dan Coping
Stres
Lazarus
(Taylor, 2009) menyatakan coping
adalah suatu proses untuk menata tuntutan yang dianggap membebani atau melebihi
kemampuan sumber daya individu. Sedangkan coping
menurut Lahey (2007) adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi
sumber stres dan/atau mengontrol reaksi individu terhadap sumber stres
tersebut. Coping disini mengacu pada usaha untuk mengontrol,
mengurangi atau belajar mentoleransi suatu ancaman yang bisa membawa seseorang
kepada stres. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Taylor (dalam Baron
& Byrne, 2005) yang menganggap coping
sebagai cara individu untuk mengatasi atau menghadapi ancaman-ancaman dan
konsekuensi emosional dari ancaman-ancaman tersebut. Berdasarkan
pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa coping stres adalah suatu upaya yang dilakukan individu untuk
mengurangi mentoleransi, atau mengatasi stres yang ditimbulkan oleh sumber
stres yang dianggap membebani individu.
Respon
coping individu sering terjadi secara
spontan, yang mana, individu melakukan apapun secara alami pada diri mereka dan
apa yang telah dikerjakan sebelumnya. Tetapi seringkali usaha-usaha itu tidak
cukup. Stresor bisa jadi lebih kronis, atau lebih elusif sehingga menyebabkan
usaha individu itu sendiri tidak berhasil untuk menurunkan stres.
Karena
individu dengan jelas kesulitan mengatur stres dengan dirinya sendiri, sehingga
ahli psikologi kesehatan mengembangkan teknik yang disebut manajemen stres yang
dapat diajarkan. (Taylor, Shelley. 2003) Manajemen stres adalah suatu program
untuk melakukan pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk
mengenal penyebab stres dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga
orang lebih baik dalam menguasai stres dalam kehidupan daripada dihimpit oleh
stres itu sendiri. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni
belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Memanajemen stres berarti
membuat perubahan dalam cara berfikir dan merasa, dalam cara berperilaku dan
sangat mungkin dalam lingkungan individu masing-masing.
Moos
(dalam Mohino, Kirchner, Forns, 2004) secara lebih rinci
menggambarkan dalam inventori respon kopingnya, beragam bentuk
strategi kognitif maupun perilaku baik yang berfokus emosi maupun
berfokus masalah. Strategi tersebut meliputi:
1)
Logical analysis yaitu
usaha kognitif untuk memahami dan menyiapkan secara
mental terhadap stressor dan konsekuensi-konsekuensinya;
2)
Positive reappraisal yaitu
usaha kognitif untuk menganalisa dan
merestrukturisasi masalah
dalam sebuah cara yang positif sambil
terus melakukan penerimaan
terhadap realitas situasi;
3)
Seeking guidance and support, yaitu usaha-usaha behavioral utnuk mencari informasi,
petunjuk dan dukungan;
4)
Problem solving yaitu
usaha behavioral untuk bertindak mengatasi masalah secara
langung;
5)
Cognitive avoidance yaitu
usaha-usaha kognitif untuk menghindari
berpikir tentang masalah,
6)
acceptance-resignation yaitu
usaha kognitif untuk mereaksi masalah dengan cara menerimanya,
7)
alternative rewards yaitu
usaha behavioral untuk melibatkan diri dalam aktivitas pengganti
dan menciptakan sumber-sumber kepuasan baru;
8)
Emotional discharge yaitu
usaha behavioral untuk mengurangi tekanan dengan mengekspresikan perasaan
negatif.
3. Calon Anggota Legislatif
Dalam
Wikipedia (2009) disebutkan bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan yang anggotanya dipilih
melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap
rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama. Setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. Anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan
undang-undang. DPR memiliki fungsi legislatif, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan. Selain itu, DPR juga mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat. Dengan fungsinya sebagai legislatif maka anggota DPR juga
dikenal sebagai anggota legislatif..
Berdasarkan
penjelasan di atas, pemilu legislatif adalah pemilu untuk memilih anggota
legislatif. Anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat dari sekian banyak
calon anggota legislatif. Adapun calon
anggota legislatif adalah anggota partai politik yang namanya telah ditetapkan
secara resmi oleh penyelenggara pemilu sebagai calon anggota legislatif untuk
mengikuti pemilu legislatif di daerah pemilihan masing-masing.
1. Stres dan Coping pada Calon Legislatif
Pada
tahun 2009, Indonesia mulai menyelenggarakan pemilu legislatif dengan
menggunakan sistem baru, yakni dengan meniadakan daftar nomer urut caleg
menjadi sistem suara terbanyak. Secara psikologis, tingkat ketegangan caleg
pada pemilu kali ini jauh lebih tinggi. Kalau pemilu sebelumnya dengan sistem
nomor urut, seorang caleg bisa mengukur peluang mereka dapat terpilih
atau tidak terpilih
menjadi anggota legislatif. (Purindawati R, Indrawati ES, Kahija YFL,
2010).
Respons
yang ditunjukkan oleh subjek ketika mengalami kegagalan menjadi anggota
legislatif adalah kekecewaan pada hasil perolehan suara. Perasaan
kecewa yang dianggap berasal dari
aktor yang tidak bisa dikendalikan membuat subjek menyesal telah mengikuti
pencalonan dan telah mencoba memasuki dunia politik.
Kekecewaan
yang ditimbulkan oleh respons terhadap kegagalan menjadi anggota legislatif dihadapi dengan
membentuk mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri merupakan suatu cara untuk menghindari
suatu kenyataan yang tidak dapat diterima sebagai suatu kenyataan yang terjadi
atas dirinya sekaligus untuk mengurangi
kecemasan.
Saputra
dalam Purindawati dkk (2011), menyatakan bahwa kegagalan dalam pemilu
legislatif membuat caleg menjadi kecewa bahkan menjadi stres dan frustasi.
Mereka merasa tidak berdaya dan kehilangan harapan untuk meraih keberhasilan
karena gagal menjadi anggota legislatif. Usaha yang dilakukan dari tahap
pendaftaran sampai kampanye dianggap tidak berguna. Kejadian ini menyebabkan
kondisi psikis caleg menjadi terguncang dan mempengaruhi hubungan sosial caleg.
Caleg
kehilangan daya untuk memperbaiki kegagalannya
dan merasa tidak mampu mengendalikan situasi. Caleg yang menganggap
bahwa kegagalannya ini
berada di luar kendalinya
maka akan merasa
tidak berdaya untuk menghadapi
kegagalan yang dialami. Caleg
yang menganggap kegagalan menjadi anggota legislatif hanya
berlangsung sementara dan memiliki keyakinan bahwa ada keberhasilan lain
akan mudah bangkit
dari kegagalan. Caleg akan
menata kembali kehidupannya dan
mencoba bekerja lebih keras untuk meraih keberhasilan.
Caleg yang memiliki kemampuan
bangkit lebih cepat akan
menerima bahwa mereka
telah gagal kemudian mencari
penyebab kegagalan yang terjadi secara objektif. Caleg akan melupakan kegagalannya tersebut dan
menjadikannya pelajaran untuk meraih
keberhasilan dikemudian hari.
BAB II
METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Strategi Penyelidikan
Strategi penyelidikanya menggunakan
metode kualitatif, metode kualitatif adalah sebuah usaha untuk mengetahui
perasaan yang ada dalam struktur yang diinginkan tentang apa yang dilakukan
peneliti, dengan mengeksplorasi, mengembangkan, dan sitematisasi yang
signifikan dari sebuah fenomena yang diketahui. Metode ini juga merupakan
repsentasi atau penyajian yang bertujuan untuk membatasi sebuah isu atau
masalah. (Banister, dkk. 1994).
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan pendekatan fenomenologi, metode dalam pendekatan ini
adalah seting alamiah yang ditujukan pada fenomena mental perilaku terhadap
persoalan yang sedang dialami.
Mulyana (2002), menyebutkan bahwa
penelitian kualitatif bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang otentik
mengenai pengalaman orang – orang, sebagaimana dirasakan oleh orang – orang
yang bersangkutan untuk memahami suatu fenomena. Langkah penting adalah
memahami dari sudut pandang manusia sebagai subjek perilaku.
B.
Sampling
Penelitain ini mengambil teknik sampel criterion. hal yang mendasari
pendekatan ini adalah peneliti akan mereview dan memahani secara mendalam semua
kasus yang menjadi kriteria penting pada individu bersangkutan. jumlah sampel
pada penelitian ini adalah 3 orang dengan kriteria berusia minimal 21 tahun dan
telah gagal dalam pencalonan Legislatif pemilu 2014
C.
Metode Pengambilan Data
Penelitian ini menggunakan beberapa
metode dalam pengambilan data, antara lain:
1.
Metode Wawancara
Menurut
Moleong (2009), wawancara merupakan kecakapan dengan maksud tertentu, kecakapan
ini dilakukan oleh dua pihak degan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, tunututan, kebulatan, hal – hal yang dialami di
masa lalu, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain.
Wawancara
dalam riset kualitatif selalu bersifat semi tersturktur, karena selalu membawa
jejak – jejak pola kekhasan yang bersifat mengatur segala sesuatu, dan
sekaligus memperhatikan kemapuan kreatif dari orang yang diwawancarai atau
rekan peneliti untuk menolak dan melawan apa yang ingin diwujudkan oleh
sipenliti (Parker, 2005).
Metode
wawancara yang akan digunakan adalah wawancara semi terstruktur, yaitu jenis
wawancara yang dalam pelaksanaannya ada pedoman, tetapi pernyataanya dinyatakan
secara semu disesuaikan dengan kondisi (Moleong, 2009). Berdasarkan teori
tersebut, maka untuk mengumpulkan data peneliti menggunakan metode wawancara
semi terstruktur, hal ini dilakukan agar sifat pertanyaan tidak bersifat kaku
serta memungkinkan untuk menggali informasi yang relevan.
2.
Metode Observasi
Metode
ini dilakukan untuk mengevaluasi pernyataan – pernyataan informan dalam hal
validitas. Selain itu observasi juga memungkinkan dapat mengungkap informasi
yang tidak bias didapatkan dalam proses wawancara.
Metode
ini dilakukan bersamaan dengan wawancara, dikarenakan kedua metode ini saling
mendukung dalam mendapatkan data. Jenis observasi yang diterapkan peneliti pada
penelitian kali ini adalah observasi non partisipan, dimana peneliti hanya
bertindak sebagai pengamat dan tidak terlibat langsung dalam kehidupan maupun
kegiatan subjek. Observasi dilakukan diluar proses wawancara maupun dalam
wawancara, karena memungkinkan peneliti mengungkap data yang bersifat non
verbal, antara lain gerakan tubuh, mimik muka dan ekspresi wajah serta intonasi
suara subjek selama proses wawancara.
D.
Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada subjek
yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu:
1.
Pria / wanita berusia dewasa minimal 21 Tahun (UU KPU).
2.
Mengalami kegagalan dalam Pemilu 2014, 3 bulan sebelum
wawancara dilaksanakan.
3.
Mengalami Stres setelah gagal dalam Pemilu 2014.
E. Pendekatan
Dalam Analisi Data
Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Content analysis
atau analisis isi. Analisis isi merupakan sebuah teknik analisis untuk membuat
inferensi – inferensi yang dapat ditiru dan melibatkan kebenaran datanya
(Krippendorff, 1993). Peneliti melakukan koding untuk memilih masing – masing
respon subjek sesuai dengan karakteristik tertentu, yang ingin diungkap serta
interpretasi data sesuai dengan hasil yag didapat dalam penelitian.
F.
Keterpercayaan Penelitian
Data atau temuan pada penelitian
kualitatif, dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang
dilaporkan peneliti dengan yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti
(Sugiono; 2011). Kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak
bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia.
Menurut Moleong (2009), penelitian
dengan menggunakan pendekatan kualitatif, istilah validitas disebut juga dengan
istilah kredibilitas. Kredibilitas dapat diupayakan dengan cara triagulasi
(sumber data, metode penelitian, dan teori) yaitu melakukan kecocokan data
dengan informasi kemudian mengembalikan data kepada informan untuk memperoleh
validitasnya serta memmerlama kontak dengan informan. Data yang diperoleh dalam
penelitian akan lebih diyakini kebenarannya bila ada dua sumber atau lebih
menyatakan hal yang sama, untuk itu dalam mencapai kredibilitas penelitian, peneliti
menggunakan pendekatan triagulasi.
Ada tiga macam triangulasi dalam jenisnya menurut Sugiyono
(2010), yaitu:
1.
Triangulasi Sumber
Untuk menguji kredibilitas data,
dilakukan dengan cara mengecek data yang
telah diperoleh melalui beberapa sumber. sebagai contoh untuk menguji
kredibilitas data tentang perilaku mind, maka mengumpulkan dan pengujian data
yang telah diperoleh dapat dilakukan ke guru, teman, murid yang bersangkutan
dan orang tuanya. data dari ketiga sumber tersebut, tidak bisa diratakan
seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan,
mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifikdari tiga data
tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan selanutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan ketiga sumber data tersebut.
2.
Triangulasi teknik
Triangulasi teknik untuk menguji
kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama
dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara lalu dicek
dengan observasi, dokumenasi,atau kuesioner. Bila dengan teknik pengujian
kredibilitas melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain, untuk memastiakn data mana yang dianggap benar.
atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandang yang berbeda - beda.
3.
Triaglasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi
kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari
pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan banyak memberikan
data yang lebih valid sehingga lebih kredibel, untuk itu, dalam rangka
pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara pengecekan dengan
wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan dengan cara
berulang - ulang sehingga ditemukan kepastian datanya.
Triangulasi dapat juga dilakukan
dengan mengecek hasil penelitian, dari tim peneliti yang lain yang deberi tugas
melakukan pengumpulkan data. Tujuan penelitian kualitatif memang bukan semata- mata mencari kebenaran, tapi lebih
pada pemahaman subyek terhadap dunia sekitarnya. Dalam memahami dunia
sekitarnya, mungkin apa yang diungkapkan informan salah, karena tidak sesuai
dengan teori dan tidak sesuai dengan hukum.
Teknik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah triangulasi sumber. Moleong (2009) mengemukakan bahwa triangulasi
adalah teknik memeriksaan keabsahan data yang memamfaatkan suatu yang lain
diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data.
Triangulasi yang paling banyak digunakan ialah triangulasi sumber, berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat ketepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
pendekatan ini menggunakan triagulasi sumber yaitu Significan person, kedua
signifikan person yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelaurga terdekat
subjek.
Triangulasi dapat dicapai melalui tahap - tahap:
1. Membandingkan
data dari hasil pengamatan dengan data dari hasil wawancara,
2. Membandingkan
dengan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan hasil wawancara,
3. Membandingkan
dengan apa yang dikatakan orang - orang tentang situasi penelitian dengan apa
yang diakakan sepanjang waktu, Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan seseorang,Membandingkan hasil wawacara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan
DAFTAR
PUSTAKA
Aztradiana,
2010. Coping Stress Calon Anggota
Legislatif tidak terpilih pada Pemilu Legislatif 2009. Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
Baron,
Robert A, Bryne, Donn. 2005. Psikologi social. Jakarta: Erlangga
Komisi
Pemilihan Umum. 2014. Calon Anggota Legislatif. Diakses dari http://www.rumahpemilu.org/index.php/read/11/Calon-Anggota-Legislatif pada tanggal 5 Maret 2014.
KPU.
2009. Undang-Undang RI No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(http://www.kpu.go.id), diakses tanggal 4 Maret 2014.
Krippendorff,
Klaus. 1993, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodolog,. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Lahey,
Benjamin B. 2007. Psichology an
Introduction. New York: Mc Graw Hill.
Lazarus, S. &
Folkman, R.S. (1986). Stress, appraisal, and coping. Springer: New York.
Lazarus, Richard S.
(1991). Progress on a cognitive-motivational-relational theory of Emotion.American
Psychologist Saransondan Spielberge
Moleong,
J Lexy, Prof. Dr. 2009, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Mulyana, Deddy. 2002, Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Mumtahinnah
N, 2008. Hubungan antara Stres dengan agresi pada ibu rumah tangga yang tidak
bekerja. Diakses dari http://www.
gunadarma.a c.id/ library/articles/graduate/psychology/2008/
Artikel_10502173.pdf
Parker,
D. K.(2005). Menumbuhkan
kemandirian dan harga diri. Jakarta: Prestasi Surabaya
Passer,
M.W, Smith, R.E. 2007. Psychology, The
Science of Mind and Behavior. New York: Mc Graw Hill
Purindawati
R, Indrawati ES, Kahija YFL, 2010. Makna Kegagalan Caleg menjadi Anggota
Legislatif Kota Semarang Periode 2009-2014. Jurnal Psikologi Undip, Vol.7,
No.1, Hal:57-68.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Robbins,
S.P. (2001). Organizational Behavior (9th ed).upper Sadlle River, NJ:
Prentice-Hall
Santrock , John.
W.,(2000) Life-Span Development (Seventh Edition). McGraw Hill College.
Santock,
John W, Mitterer, John. 2003. Psychology
2. New York: Mc Graw Hill.
Sarafino,
Edward. 2006. Health Psychology:
Biopsychosocial Interactions. USA: John Wiley & sons
Sari
DAN, 2010. Gambaran Stres dan Coping Stres pada Calon Legislatif yang Kalah
dalam Pemilu 2009. Diakses dari http://eprints.umm.ac.id/
1543/1/GAMBARAN STRES_DAN_COPING_STRES_PADA_CALON LEGISLATIF YANG_KALAH DALAM_PEMILU_2009.pdf pada 20
April 2014.
Segarahayu
RD, 2011. Pengaruh Manjemen Stres terhadap Penurunan Tingkat Stres pada
Narapidana di LPW Malang. Universitas Negeri Malang. Diakses darihttp://jurnal-o
nline.um.ac.id/data/artikel/ artikel DEB2881 49FBAA9 8C9 CB27 B 18 035D95A.pdf
Sugiyono, Dr. 2010.
Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Penerbit ALFABETA
Sukadiyanto,
2010. Stres dan cara menguranginya. Cakrawala Pendidikan edisi Februari 2010
tahun XXIX, No.1. Hal:55 -66.
Taylor,
Shelley. 2003. Health Psychology: Internal Edition. New York:
McGrawHill.
Taylor,
Shelley, Peplau, L, A, et al. 2009. Psikologi sosial. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
No comments:
Post a Comment